Senin, 09 Juni 2008

Learning to Listen; Feel and Mind Sett"

Preparing by: Choirin

Allah SWT, dalam berbagai firmany-Nya memerintahkan manusia untuk mendengar. Sekurang-kurangnya dapat ditemukan 145 ayat, tentu dengan berbagai bentuk invers dan varianya. Salah satunya dapat ditemuai dalam surat (16) An-Nahl: 78. Yah… dalam rangkaian yang begitu manis (sesuai dengan nama suratnya); yang darinya keluar madu. Disini Allah SWT menegaskan bahwa salah satu karunia yang diberikan adalah pendengaran. Indera yang begitu penting yang dibawa bayi dalam ketidaktauan semenjak keluar dari rahim ibu.
Sungguh, mendengar ternayata jauh lebih sulit daripada bicara. Mendengar tidak saja membuat telinga terbuka lebar dan mempersilahkan masuk. Tapi, mendengar juga mengharuskan sesuatu yang mutlak, dan sesuatu itu adalah diam. Sebab tidak mungkin manusia bisa mendengar ketika syahwat berbicara tidak bisa ditaklukan. Seorang Bapak bisa marah besar ketika anak yang disayangnya tidak mendengar nasehat-nasehat mulianya. Begitu juga dengan suami ketika istrinya mulai mencoba tidak mendengar kemauannya.
Pesan Rasulullah tentang korelasi iman dan perkataan jujur tergambar dalam sebuah hadist yang begitu singkat namun padat makna. Beliau mewasiatkan kepada ummatnya untuk berkata benar atau diam. Yah… diantara dua pilihan; berkata benar atau diam!!! Seseorang mestinya lebih baik dan lebih selamat untuk diam bila tidak bisa berkata baik, apalagi tidak bisa bicara menyenangkan. Sehingga bersabarlah untuk tidak bernafsu bicara. Sebab, keinginan untuk bicara selalu mengalahkan kemampuan untuk mendengar. Sebab, setiap kali kita lebih banyak bicara, semakin bertambah kemungkinan bersalah. Dan pada saat itu pula, maka semakin sulit untuk bisa mencoba mendengar.
Mari belajar mendengar. Karena begitu banyak yang harus kita perhatikan, jauh lebih banyak dari yang harus kita komentari. Mari belajar mendengar. Sebab, dengan mendengar kekuatan kita sebagai manusia akan lebih terasah. Sebab, kemanusiaan kita akan lebih baik ketika kita membuka telinga lebar-lebar. Tidak untuk masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan atau masuk telinga kanan dan masuk telinga kiri lalu tabrakan dan akhirnya keluar juga. Namun, untuk menggerakkan hati dan memberikan yang terbaik bagi alam. Mendengarlah.
Disebuah negeri dizaman dahulu kala, seorang pelayan raja tampak gelisah. Bukan karena ia capek bekerja siang malam baut sang raja dan juga bukan dipaksa kerja oleh raja. Namun lebih dari itu, ia menganggap raja tidak adil terhadap dirinya. Hampir setiap hari, secara bergantian, pelayan-pelayan lain mendapat hadiah. Mulai dari cincin, gelang dan kalung serta perabot dan peti perhiasan. Sementara dirinya tidak.
Hanya berjalan beberapa bulan, hampir semua pelayan mendadak menjadi kaya. Semua pelayan tidak ada yang berangkat ke istana berjalan kaki, namun berkuda bahkan lengkap dengan kusirnya. Pelayan yang semula betah berlama-lama di istana, kini ia segera pulang untuk mengurusi kekayaannya. Tampaknya mereka sibuk dengan kekayaan pemberian sang raja. Cuma satu pelayan yang tetap miskin dan tetap seperti dulu lantaran tidak diberi hadiah oleh raja dan mulailah ia mengatakan bahwa raja tidak adil.
Hingga suatu hari, kegelisahanya mulai tak terbendung. "Rajaku yang terhormat", ucapnya sambil bersimpuh. Dan sang raja menyimak. "Saya mau undur diri", katanya padasang raja sambil menunduk dan tak berani melihat muka sang saja. Ia mengira sang raja akan mencacinya, marah dan menghukumunya. Lama ia tunggu. "Kenapa kamu mau undur diri" ucap sang raja kemudian. Pelayan miskin itu terdiam sambil bertarung melawan takut. Namun, kapan lagi ia akan mengemukakan isi hatinya itu. "Maafkan saya raja, menurut saya raja tidak adil", jelas pelayan gemetar sambil menunggu titah baginda pada dirinya.
Lama ia menunggu, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulut sang raja. Pelan, pelayan miskin tersebut memberanikan diri mendongkak. Dan iapun terkejut, ternyata raja menangis dengan air mata yang membulir.
Tak lama kemudian tersiar kabar bahwa sang raja meninggal. Seorang kurir istana menyampaikan sepucuk surat ke pelayan miskin tersebut. Dengan penasaran ia mulai membaca, "Aku sayang kamu, pelayanku. Aku hanya ingin selalu dekat denganmu. Tapi, kalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, maka kuserahkan separuh dari istnaku. Ambilah. Itu wujud sebagian kecil dari cintaku atas kesetiaan dan cintamu".
Betapa hidup itu memberikan warna-warni yang berarti. Ada kaya ada miskin, ada susah ada senang, ada tawa ada tangis. Begitulah hidup selalu membimbing indah tapi terkadang terluka.
Sayangnya, tak semua hamba bisa meluruskan sangka. Ada gundah disitu. Ada air mata disitu. Ada cercaan di situ, bahkan cercaan kepada orang yang katanya paling dicinta. Kenapa kesetiaan yang selama ini tercurah, siang dan malam; tak pernah membuahkan bahagia???. Kenapa yang setia dan taat pada raja, tak mendapat apapun. Sementara yang main-main dan menjilat tiba-tiba kaya raya???.
Karena itu, kenapa kita tidak coba menghadap ke "wajah"Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keharmonisan alam raya yang begitu ramai dengan suara hewan dan hembusan angin wujud melayani manusia. Pandangilah segera… kau akan segara mendapat jawaban kalau "Raja" begitu sayang padamu.

Bilik Pengungsian,
Tripoli, 2 September 2005.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

eh tetannga ! itu bener tulisan situ ape duplikat,.....silaturahim yuk ke blog sebelah ifanoke.blogspot.com,...oh iya salam dari Mr...ehm..