Senin, 09 Juni 2008

Koq kayak babi ya?!! (ups..)

Pertanyaan-pertanyaan Adzkia (14 tahun) berbeda dengan adiknya. Pendiam, senyumannya manis, sangat asyik mengunyah bahasa Ingris, computer game, dan novel, juga sabar melayani nafsu debat adiknya.
Waktu usianya 9 tahun, dia menuntut saya menjelaskan panjang lebar: mengapa Allah sangat murka pada Fir’aun. Kini dia bertanya tentang Syi’ah itu faham apa; apa itu Islam Liberal; apa bedanya PDIP dan Golkar.
Cara Adzkia mencerna jawaban lebih kontemplatif. Hampir tak ada pertanyaan kedua atau ketiga. Karena itu, saya lebih suka mengajaknya duduk di perpustakaan rumah kami, bersama-sama mencari buku yang bisa menjawab pertanyaannya. Tak lama kemudian dia akan tenggelam dengan buku-buku itu. Saya akan langsung dicuekin.
Tetapi jika dengan ibunya, Adzkia cukup banyak bertanya. Kebanyakan soal-soal keperempuan, tentang bidang-bidang amal shalih, tentang pelajaran.Kalau tentang laki-laki dan hubungannya dengan wanita, saya dan istri lebih sering tidak menunggu pertanyaan, melainkan berinisiatif segera menjelaskan hal-hal yang dirasa perlu segera dijelaskan. Bahkan sekalipun itu belum menarik perhatiannya.Misalnya, jika di jalan tiba-tiba kami melihat seorang gadis berjilbab ‘cekek’ (istilah kami untuk jenis jilbab yang begitu ketat dan sempitnya hingga terkesan siap mencekik leher), sedang beradu fisik, entah bergandengan atau menggelayutkan tubuh kepada seorang pemuda, spontan istri berkomentar, “Kak, lihat itu. Gadis itu mungkin merasa bangga karena dirinya disenengin seorang pria. Tapi sebenarnya dia merendahkan dirinya di mata laki-laki dengan cara begitu.”Lebih dari itu, biasanya, istri saya langsung mendekati pasangan haram itu, lalu bertanya, “Kalian sudah menikah?”Kalau jawabannya “Belum”, maka akan diteruskan dengan kata-kata, “Kalian tahu kan ini nggak benar. Haram ini. Kalau mau, ayo saya antar kalian ke masjid untuk menikah. Mau? Ayo!”
Immediate action seperti ini bukan saja untuk kepentingan nahi munkar, tapi bagi kedua putri kami sangat penting agar melihat sendiri orangtuanya bukan ‘omdo’ alias omong doang.
Azka yang dari tadi hanya nguping lalu menimpali, “Mereka kan kayak babi ya, Pak, ya?”“Lho? Kok kayak babi?”“Iya, babi kan haram juga.”* (Dzikrullah. Diadaptasi dari Majalah Nasma Ummahaat/Hidayatullah)

Tidak ada komentar: